Beselang.id adalah media independen nirlaba yang dikelola secara kolektif. Dukung dengan berdonasi agar kami terus bekerja demi kepentingan publik. Donasi melalui bit.ly/donasibeselang
Di dalam kolam ukuran 20×20 meter yang dikelilingi batang kelapa sawit, Sri Bungo (25) dan empat kawan perempuannya itu kompak menarik jaring. Sementara perempuan lainnya yang menunggu di tepi kolam, sudah siap menyambut hasil tangkapan dengan wadah.
Satu persatu ikan patin basah mengkilat itu diangkat dari jaring, kemudian dilepar ke ember. Riuh dan tangisan anak Sri Bungo yang ingin ikut mencebur ke kolam turut mewarnai suasa penangkapan ikan sore itu, Rabu (23/7/2025).
Hasil panen ikan itu lantas mereka bawa ke sentra pengasapan ikan di Kampung Kelukup–kawasan pemukiman komunitas Suku Anak Dalam (SAD) atau Orang Rimba di Desa Dwi Karya Bakti, Kecamatan Pelepat, Kabupaten Bungo, Jambi. Ikan hasil panen tadi terlebih dahulu melalui proses pembersihan. Ikan dibelah lalu dikeluarkan semua isi pertunya dan dicuci bersih dengan air mengalir.
“Ikan harus dipastikan bersih. Jangan sampai ada tersisa darah beku, kalau dak bersih nanti cepat jamuran dan bau amis,” kata Sri Bungo, salah satu anggota kelompok usaha ikan asap Mina Hasop Eluk.
Setelah semua dipastikan bersih, kemudian ikan-ikan tersebut direndam ke dalam air larutan cuka dan garam. Sri Bungo, menjelaskan, larutan cuka dan garam itu digunakan supaya ikan tidak bau anyir.
Setelah proses perendaman selesai, kemudian ikan masuk proses pengasapan dengan menggunakan oven rakitan. Satu oven bisa menampung produksi puluhan kilogram ikan.
Kini di dalam rumah produksi Mina Hasop Eluk itu memiliki dua oven rakitan menyerupai lemari. Di dalamnya terdapat rak untuk menjepit ikan, sementara di bagian bawahnya tungku kayu bakar. Proses pengasapan sendiri memakan waktu yang cukup lama mencapai 8 jam lebih.
Dalam tungku pengasapan, tak boleh menggunakan kayu sembarangan. Bahan pembakaran yang digunakan harus kayu keras seperti batang atau ranting rambutan. “Harus kayu yang tidak ada getahnya. Kalau pakai kayu sembarangan bau ikan asapnya tidak enak,” kata Sri.
Produk ikan asap hampir sama dengan ikan salai, yakni ikan diolah menggunakan bahan garam dan cuka lalu diasap untuk mematangkan daging. Setelah semua produksi di dalam oven matang, kemudian ikan didinginkan sebelum masuk proses pengemasan. Ikan asap ini mampu bertahan selama tiga bulan.
Setiap kemasan isinya bervariasi. Dalam satu ons kemasan berisi tiga ekor ikan asap dibanderol dengan harga Rp20 ribu. Sri Bungo mengatakan, saat ini produksi ikan asap belum rutin. Mereka memproduksinya jika ada pesanan.
Kendalanya adalah soal akses pasar. Saat ini pemasaran ikan asap baru sebatas mengikuti di acara pameran dan acara-acara pemerintah. “Selama ini produksi ikan asap belum rutin, produk ikan asap masih punya stigma tidak higienis karena diproduksi oleh SAD. Tantangan ini yang menjadi pekerjaan kita bersama,” kata Fasilitator Pundi Sumatra Ulfi.
Dijamin Higienis
Ikan asap ini sejatinya menjadi bagian tradisi SAD. Dahulu ikan asap ini diproduksi nenek moyang Orang Rimba di sudung. Mereka yang duhulu kental dengan budaya menombak ikan di sungai seringkali mendapatkan dalam jumlah yang banyak, namun tidak sekaligus mengonsumsinya.
“Dulu nenek moyang kami buat ikan asap supaya ikan tidak busuk, sehingga masih bisa dimakan kemudian hari,” kata Sri.
Seiring waktu, mereka kini telah menetap di pemukiman, akhirnya tercetus membuat produk ikan asap. Produksi ikan asap milik kelompok SAD di Desa Dwi Karya Bakti itu berdiri ketika pandemi Covid-19. Gayung bersambut, bersama dukungan Pundi Sumatera, makanan yang diproduksi kelompok perempuan SAD itu dirilis pada 2021 dengan jenama Mina Hasop Eluk.
Jenama ini terdiri dari tiga suku kata yang diambil dari bahasa SAD. Yaitu Mina berarti ikan, Hasop yang artinya asap, dan Eluk berarti bagus atau enak. Jika digabungkan dan diartikan jenama ini memiliki makna Ikan Asap yang Enak.
Tak hanya proses produksi yang dilakukan dengan teliti. Proses pengemasan pun dilakukan dengan cermat. Kemasan dipastikan terutup rapat supaya ikan tahan lama. Saya pun melihat langsung proses pembuatan ikan asap tersebut.
Mereka memastikan ikan yang dipilih adalah ikan segar yang diambil langsung dari kolam. Ikan dipastikan bersih sebelum melalui proses pengasapan.
Saat ini produk Mina Hasop Eluk telah memiliki izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berupa sertifikasi Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT). Untuk menambah kepercayaan pasar, kelompok ini saat ini sedang diurus sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bungo Quswen Ikmal mengatakan, kelompok Mina Hasop Eluk menjadi satu-satunya kelompok usaha ikan asap di Bungo yang masih bertahan. Dia mengapresiasi konsistensi kelompok SAD yang terus mengembangkan usaha tersebut.
Quswen mengatakan, pihaknya telah membuka jalan dalam aspek pemasaran produk hingga memfasilitasi kelompok untuk memperoleh uji sampel kelayakan produk olahan ke dinas terkait. Namun demikian, dia tak menyangkal masih ada stigma buruk terhadap produk ikan asap tersebut. Masyarakat di luar beranggapan produk ikan asap tersebut tidak higienis karena diproduksi oleh kelompok SAD.
“Stigma soal kebersihan terhadap kelompok SAD ini masih sangat kuat, sehingga ini menjadi pekerjaan kita kedepan supaya produk mereka diterima di pasar luas,” kata Quswen dalam acara diskusi bersama tim media visit di Kantor Bappeda Bungo, Kamis (25/7/2025).
“Padahal mereka sudah menerapkan standar dari yang kami buat. Artinya ini sudah sangat higienis, buktinya (produk) sudah mengantongi sertifikat dari BPOM,” sambung Quswen.
Kehidupan di Kampung Kelukup
Suku Anak Dalam (SAD) atau Orang Rimba yang bermukim di Kampung Kelukup, Desa Dwi Karya Bakti, Kecamatan Pelepat, Bungo, telah berevolusi dan memiliki kehidupan yang baru. Jika dulu SAD selalu berpindah tempat, kini tradisi ini mulai ditinggalkan seiring dengan hilangnya hutan.
Kehilangan hutan menuyurutkan semangat hidup SAD di sana. Demi menyongsong masa depan, mereka memulai cara hidup dengan budidaya ikan dan cocok tanam. Mereka pun telah betah tinggal di kawasan pemukiman yang dibangun pemerintah.
Untuk menunjang kemandirian ekonomi, mereka membudidayakan ikan di kolam. Saat ini mereka memiliki tiga kolam untuk pembesaran aneka ikan. Selain produksi ikan asap, kelompok ini juga menjual ikan segar yang dipanen langsung dari kolam.
Di kampung Kelukup tersebut terdapat 60 unit rumah dan satu balai pertemuan. Pemukiman tersebut kini dihuni puluhan kepala keluarga dari dua kelompok SAD, yakni Tumenggung Hari dan Badai.
Pemukian yang berhadap-hadapan itu dibelah jalan beton. Aliran listrik, musala, dan tersedia fasilitas air bersih. Sinyal internet pun ada, meski dengan provider tertentu. Bahkan, hampir setiap rumah sudah punya motor sendiri. Yang ekonominya di atas rata-rata memikili mobil.
SAD di Kampung Kelukup, juga telah melahirkan seorang polisi yang lulus lewat jalur afrimasi. Namanya Bripda Seri Santoso yang dikenal sebagai polisi rimba. Seri dilantik menjadi polisi pada 2021. Dia kini bertugas di Polsek Pelepat dan langsung mengabdi di komunitasnya.
Selain itu, dari kelompok SAD di kampung ini juga melahirkan sarjana perempuan pertama dari SAD. Adalah Juliana yang menembus batas tradisi SAD. Selama ini pendidikan menjadi barang yang tabu bagi kaum perempuan SAD. Juliana mengenyam pendidikan di Fakultas Kehutanan Universitas Muhamaddiyah dan lulus pada 2024.
Selain itu, anak-anak SAD di Kampung Kelukup kini juga punya kesibukan sendiri. Mereka bersekolah. Orang tua SAD di kampung ini sudah lebih terbuka pada pendidikan.
Karena sudah bertahun-tahun tinggal permanen di kampung, kelompok SAD di sana tak canggung dengan orang luar yang datang berkunjung. Meski sedikit malu-malu, mereka menyempatkan diri untuk ngobrol dan berinteraksi dengan saya.
Gawai di sana bukan barang yang baru. Orang tua dan anak-anak tak canggung bermain ponsel. Hal ini yang membuat mereka lebih melek dan terbuka dengan dunia luar.
Saya mengamati seorang bapak-bapak dengan telanjang dada sedang meloloti gawainya di beranda rumah. Di layar gawainya itu ternyata dia sedang menonton siaran berita di Youtube tentang perang Israel dan Palestina.
“Bepak dukung siapo?”saya bertanya.
“Palestina,” kata dia menjawab singkat dan terus melanjutkan meloloti gawainya. Saya pun melanjutkan obrolan dengan Bripda Seri Santoso hingga tengah malam, dan yang lain kembali ke peraduan.
Leave feedback about this